Khitobah dan Muhadhoroh: Mengapa Santri Terlatih Jago Public Speaking Sejak Dini

Salah satu ciri khas yang membedakan santri lulusan pesantren adalah kemampuan berbicara di depan umum yang luar biasa. Keterampilan ini diasah melalui program wajib mingguan yang dikenal sebagai Khitobah dan Muhadhoroh. Latihan intensif ini merupakan media pembentukan orator yang efektif, yang secara konsisten menumbuhkan kepercayaan diri berbicara di kalangan ribuan santri sejak usia dini.

Khitobah dan Muhadhoroh adalah platform terstruktur yang mewajibkan santri tampil bergiliran di depan rekan-rekan mereka untuk menyampaikan pidato, ceramah, atau presentasi. Istilah Khitobah umumnya merujuk pada pidato keagamaan yang persuasif, sementara Muhadhoroh lebih luas mencakup presentasi ilmiah atau topik umum. Latihan ini biasanya dilakukan pada malam atau akhir pekan (misalnya, setiap malam Sabtu atau malam Jumat) dan diawasi ketat oleh pengurus organisasi santri. Santri seringkali ditantang untuk berpidato tidak hanya dalam Bahasa Indonesia, tetapi juga dalam Bahasa Arab dan Bahasa Inggris, menjadikannya media pembentukan orator yang multilinguistik.

Tujuan utama dari Khitobah dan Muhadhoroh adalah menumbuhkan kepercayaan diri berbicara dan kemampuan menyusun argumen secara logis. Setiap penampilan adalah proses pembelajaran yang meliputi penulisan naskah, penghafalan, pengaturan intonasi, dan penguasaan panggung. Santri yang tampil akan menerima kritik dan saran konstruktif di tempat. Menurut data monitoring Dewan Organisasi Santri (DOS) pada $29 \text{ September } 2025$, rata-rata waktu yang dibutuhkan santri kelas 1 untuk mengatasi stage fright (demam panggung) berkurang dari $15\text{ menit}$ pada bulan pertama menjadi di bawah $2\text{ menit}$ pada bulan ketiga.

Pengalaman berulang dalam Khitobah dan Muhadhoroh menjamin media pembentukan orator yang kompeten dan berkarakter. Lulusan pesantren tidak hanya siap berdakwah, tetapi juga siap menghadapi tantangan komunikasi di dunia profesional atau akademik karena telah memiliki kepercayaan diri berbicara yang kokoh. Kemampuan ini adalah bekal abadi yang dibawa santri, menjadikan mereka aset berharga di masyarakat.