Literasi kitab kuning bukan sekadar kemampuan membaca teks Arab gundul tanpa harakat, melainkan fondasi bagi kemampuan berpikir logis dan kritis santri. Untuk memahami kedalaman intelektual ini, penting untuk Membedah Metode Pembelajaran kitab kuning yang telah teruji selama berabad-abad. Membedah Metode Pembelajaran ini akan mengungkapkan bagaimana praktik klasik seperti Bandongan dan Sorogan secara sistematis melatih daya nalar, analisis sintaksis, dan interpretasi teks secara mendalam. Proses ini adalah Strategi Pesantren yang unggul dalam mencetak generasi yang memiliki kedalaman ilmu agama dan ketajaman berpikir yang tinggi.
Dua metode utama dalam Membedah Metode Pembelajaran kitab kuning adalah Bandongan (atau Weton) dan Sorogan. Dalam sistem Bandongan, seorang kiai atau guru membacakan dan menerjemahkan kitab sementara santri menyimak dan mencatat makna (makna gandul) di bawah teks Arab. Metode ini mengajarkan santri untuk mendengarkan secara aktif dan menangkap informasi kompleks dalam waktu singkat. Lebih krusial lagi adalah metode Sorogan. Dalam Sorogan, santri secara individu maju ke hadapan kiai untuk membaca dan menjelaskan kembali teks yang telah dipelajari. Metode ini menuntut penguasaan total; santri tidak hanya harus hafal, tetapi juga harus mampu menjelaskan i’rab (struktur gramatikal Arab) dan argumen yang terkandung dalam teks tersebut. Hal ini secara langsung melatih daya nalar kritis, memaksa santri untuk merangkai hubungan logis antar-konsep dan mempertahankan interpretasi mereka.
Aspek kritis dari literasi kitab kuning terletak pada ilmu Nahwu (Gramatika Arab) dan Mantiq (Logika). Penguasaan Nahwu memungkinkan santri untuk mengurai setiap kata dalam teks Arab yang gundul, menentukan subjek, predikat, objek, dan memahami makna yang berubah-ubah berdasarkan perubahan harakat terakhir. Analisis Teknis ini adalah latihan logika yang sangat ketat, mirip dengan memecahkan teka-teki kode. Ilmu Mantiq, yang dipelajari di tingkat lanjut, secara eksplisit mengajarkan struktur argumentasi yang valid, cara menghindari kesalahan berpikir (fallacy), dan menyusun premis yang logis. Sebagai contoh, dalam perdebatan hukum Islam yang diadakan oleh Forum Kajian Santri pada hari Kamis, 28 November 2024, penggunaan kaidah Mantiq sangat ditekankan untuk menjamin validitas setiap argumen.
Dengan menanamkan ilmu logika dan sintaksis yang mendalam, pesantren membekali santri dengan Bekal Filosofis Pesantren untuk tidak hanya memahami masa lalu, tetapi juga menyikapi isu kontemporer dengan pikiran yang analitis dan kritis. Literasi kitab kuning, melalui Strategi Pesantren yang unik, terbukti efektif dalam melatih daya nalar kritis yang menjadi ciri khas seorang intelektual.
